Asal Mula Lampu Colok

Asal Mula Lampu Colok
Lampu colok menghiasi miniatur Masjid di kawasan Dorak, Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Senin malam 11 Juni 2018

BENGKALIS - Lampu colok memiliki arti tersendiri bagi warga Bengkalis. Dulunya lampu colok merupakan sarana penerang jalan bagi warga yang ingin membayar zakat fitrah setiap malam 27 Ramadan ke rumah masyarakat atau Pak Lebai.

Waktu itu, infrastruktur di Bengkalis tidak sepesat saat ini. Jalan-jalan masih berbentuk lorong diselimuti semak kiri kanan. Lampu coloklah penerang jalan, penghindar bahaya terhadap warga membayar fitrah.

"Kenapa pada malam 27 Ramadan pemasangan lampu colok, karena pada hari itu merupakan hari menyerahkan fitrah kepada masyarakat atau kepada Pak Lebai. Dulunya jalan tidak seperti ini, jalan hanya lorong saja, semak," cerita Zainuddin, tokoh masyarakat Bengkalis.

Menurut pria berusia 83 tahun ini, lampu colok ketika itu tidak berbentuk dan terbuat dari kaleng bekas. Tapi terbuat dari bambu atau buluh, namanya kala itu sering disebut dengan obor.

"Ketika saya ingin membayar fitrah ke rumah Pak Lebai, obor ini saya bawa sebagai penerang. Sebagian warga yang mampu, memasang obor lebih dari 10 di perkarangan rumah masing-masing hingga membuat 27 Ramadan jadi terang," ujarnya.

Seiring waktu, perkembangan tradisi colok sangat luar biasa. Dari hanya sebatas penerang jalan, kini berubah menjadi tradisi yang membudaya di masyarakat.

Jika dulunya hanya berbentuk sebatang buluh yang dipotong-potong lalu ditanam di sepanjang jalan, saat ini lampu colok, dibuat dengan berbagai model yang sangat kreatif sehingga memancing animo masyarakat untuk turun ke jalan menyaksikannya.

Berbagai bentuk kreasi, seperti miniatur masjid, lafaz Allah, ayat suci Alquran dan berbagai bentuk menarik lainnya semakin memeriahkan dan merpercantik tampilan lampu colok.

Tidak hanya sekedar budaya, ternyata ada nilai-nilai dan makna yang mendalam dari tradisi lampu colok ini. Yaitu semangat gotong-royong dan kebersamaan antara generasi tua dan muda. Tanpa ada semangat gotong royong dan semangat kebersamaan, tidak mungkin menara lampu colok dengan berbagai model bisa tegak kokoh.

Konsistensi masyarakat dalam melestarikan tradisi lampu colok juga sangat luar biasa. Bayangkan saja, untuk membangun satu menara lampu colok, butuh dana yang tidak sedikit. Tapi itu semua tidak menjadi penghalang dengan semangat gotong royong sesama warga.

"Kita juga memberikan apresiasi kepada pemerintah yang ikut memotivasi masyarakat kita dalam menjaga khazah budaya ini. Lomba yang diselenggarakan setiap tahun yang dikemas dalam bentuk festival lampu colok, kita akui mampu memotivasi masyarakat, baik tua maupun muda untuk bekerjasama dan bahu membahu melestarikan tradisi yang sudah turun menurun ini," ujarnya. (mcr)

Berita Lainnya

Index