Peneliti Jepang: Pembuatan Kanal Picu Tenggelamnya Pulau Pulau Gambut di Riau

Peneliti Jepang: Pembuatan Kanal Picu Tenggelamnya Pulau Pulau Gambut di Riau
Guru Besar Universitas Yamaguchi, Jepang, Profesor Koichi Yamamoto, saat memaparkan hasil penelitiannya. (foto selasarriau.com)
PEKANBARU - Guru Besar Universitas Yamaguchi, Jepang, Profesor Koichi Yamamoto, mengatakan, abrasi akibat hempasan ombak Selat Malaka mengancam keberadaan pulau pulau gambut di Provinsi Riau. Peneliti Jepang itu mengatakan, pembuatan kanal menjadi pemicu utamanya.
 
Seperti dilansir dari selasarriau.com, Yamamoto menyampaikan hal tersebut dalam diskusi ilmiah tentang ancaman Erosi dan Abrasi Lahan Pesisir Pulau Gambut yang diselenggarakan Pusat Studi Bencana (PSB) Universitas Riau, awal pekan ini.
 
Ahli Enviromental Engineering dan Sediment Transport itu telah melakukan penelitian selama enam tahun terakhir di Pulau Bengkalis dan pulau pulau pesisir Riau lainnya yang tepat berlokasi di bibir Selat Malaka.
 
Dalam diskusi tersebut, Yamamoto menyoroti aspek penting yang ia jumpai di lapangan, yaitu peat failure dan dampaknya bagi pulau-pulau gambut di Provinsi Riau, termasuk Pulau Bengkalis.
 
Ia menuturkan, masifnya kanalisasi sebagai upaya drainasi pembangunan perkebunan menjadi penyumbang terbesar ancaman itu.
 
"Kanal-kanal mengiris kubah gambut dan mengoyak keutuhan lahan gambut. Akibatnya, ketika hujan deras turun, bongkahan-bongkahan gambut longsor dan terburai ke arah laut," jelasnya.
 
Proses ini, katanya, sangat degeneratif dan mengancam eksistensi pulau-pulau gambut dalam jangka panjang.
 
"Melalui proses ini, daratan pulau gambut bisa lenyap dengan laju mencapai 40 meter pertahun," tuturnya.
 
Fenomena lain yang menarik ditemukan peneliti Jepang ini adalah munculnya beting-beting gambut, ia sebut temporary peat fan di sepanjang garis pesisir pantai.
 
Beting-beting ini tidak lain sebagian massa gambut yang terburai ke laut dan terhanyut balik ke pesisir. "Orang Melayu menyebutnya serpihan gambut ini sesai," katanya.
 
Yamamoto mengungkapkan, umumnya beting-beting dibentuk sesai sangat tidak stabil. Biasanya terburai ulang dalam jangka hitungan bulan atau tahun.
 
Meskipun demikian, ia menemukan di lokasi yang tepat, beting gambut bisa stabil bahkan membentuk daratan baru.
 
Proses menjadi kebalikan dari erosi atau abrasi pesisir ini disebut akresi. Dalam hal ini, hasil akresi muncul di ujung barat laut Pulau Bengkalis.
 
Faktor menentukan stabilitas daratan baru ini adalah kehadiran vegetasi mangrove yang perakarannya menjadi penggenggam lumpur maupun sesai. (src/red)

Berita Lainnya

Index