Menkeu Ungkap Soal BPJS Kesehatan yang Tekor Terus

Menkeu Ungkap Soal BPJS Kesehatan yang Tekor Terus
Pelayanan BPJS Kesehatan. Foto Antara
JAKARTA - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan terancam tekor Rp 28 triliun pada 2019. Hal ini merujuk pada Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan (RKAT).
 
Sebelumnya, defisit BPJS Kesehatan pada tahun 2018 diperkirakan di angka sekitar Rp 10 triliun. Realisasinya, defisit BPJS Kesehatan pada tahun 2018 mencapai Rp 9,1 triliun. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkap sejumlah penyebab defisit BPJS Kesehatan.
 
"Pertama adalah soal kepesertaan. Selama ini yang tingkat kepatuhannya rendah dan masih harus diperbaiki adalah dari pekerja sektor informal atau upah tidak tetap. Ini yang timbulkan defisit besar biasanya mereka hanya jadi peserta saat mau sakit saja, kemudian menimbulkan defisit penyelenggaraan," katanya di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Selasa (30/7/2019) seperti dilansir dari Kumparan.
 
Sri Mulyani juga mengatakan sistem jaminan kesehatan BPJS juga menjadi dalang lain penyebab defisit. Mulai dari database kepesertaan, sistem menangani tagihan, hingga sistem rujukan Puskesmas atau rumah sakit.
 
Khususnya untuk pengawasan fasilitas kesehatan tingkat lanjut atau rumah sakit yang jadi mitra. Sri Mulyani menyebut banyak rumah sakit yang memanipulasi kategorisasi, sehingga pembayaran yang harus dilakukan BPJS Kesehatan lebih mahal.
 
"Hampir lebih dari 660 rumah sakit itu di downgrade. Itu sendiri saja sudah bisa hemat berapa banyak, bisa puluhan bahkan ratusan miliar," tambahnya.
 
BPJS Kesehatan juga diharapkan bisa membangun sistem untuk menalangi kemungkinan terjadinya fraud atau gagal bayar seperti over klaim hingga pasien fiktif.
 
"Termasuk sistem akuntansi dari BPJS Kesehatan dalam menangani tagihan yang belum tertagih. Ini juga jadi salah satu temuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)," tambahnya.
 
Selain itu, Sri Mulyani juga meminta agar BPJS Kesehatan melihat profil risiko peserta, berapa iuran yang harus dibayar dan benefit yang didapat. Hal ini harus ditata lagi Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan.
 
"Misal kalau untuk operasi seperti apa saja, bagaimana prosedurnya, benefit mana saja yang harus masuk tanggungan BPJS dan mana limit atasnya, itu semua PR yang harus ditetapkan oleh Kemenkes dan BPJS Kesehatan dan juga peranan Kemendagri karena Pemda sekarang diminta peranan yang lebih aktif, agar BPJS bisa beri manfaat maksimal pada masyarakat tetapi juga sustainable dari sisi keuangan," terangnya.
 
Terakhir, Sri Mulyani menyatakan Kementerian Keuangan akan melanjutkan pembayaran iuran segmen penerima bantuan iuran (PBI). Bahkan tagihan tersebut sudah dibayarkan hingga 12 bulan.
 
"Untuk TNI/Polri juga sudah kita bayarkan. Kita bahkan untuk 3-4 tahun berturut-turut beri tambahan injeksi kepada BPJS kesehatan, selain PBI tadi," jelasnya. (red)

Berita Lainnya

Index