Sub Kontraktor Jalan Tol Pekanbaru - Dumai Tak Mau Bayar Hak Pekerja

Sub Kontraktor Jalan Tol Pekanbaru - Dumai Tak Mau Bayar Hak Pekerja
Pengerjaan proyek jalan tol
PEKANBARU - Para pekerja di proyek pembangunan jalan tol Pekanbaru - Dumai kecewa dengan CV Cipta Pratama Karya (CPK), sub kontraktor pembangunan jalan tol Pekanbaru - Dumai.
 
Menurut pekerja, hasil pekerjaan mereka di beberapa titik seperti pengecoran jalan dan box culvert hanya dibayar sebagian. Alih alih menuntut hak, para pekerja ini justru diberhentikan sepihak tanpa alasan jelas.
 
"Awalnya kita bekerja sama CV CPK. CPK ini subkon dari proyek pembangunan tol. Cuma dari pekerjaan kita yang sudah tuntas termasuk  waktu diminta membantu pengecoran, tidak semua dibayarkan," kata Mudir, salah seorang mandor proyek pembangunan jalan tol, Rabu (28/8/2019) dilansir media center riau.
 
Mudir menjelaskan, pekerjaan proyek awal saat dirinya dan 15 orang anggotanya diminta CPK bekerja untuk pembuatan box culvert di seksi 4 A 54102. Pekerjaan ini dimulai tidak lama setelah Idul Fitri lalu.
 
Setelah tuntas pembangunan box culvert, Mudir dan pekerja lainnya diminta membantu proyek pengecoran jembatan. Namun, setelah pekerjaan dilakukan uang harian yang mestinya diterima para pekerja tak kunjung dicairkan.
 
Menurut Mudir selaku mandor, biasanya uang pekerja untuk pembangunan box culvert yang sudah dituntaskan sebelumnya ditalanginya melalui casbon yang diajukannya kepada pihak CPK.
 
Namun karena uang yang diminta untuk pekerja tak juga dicairkan, pekerja sempat ogah menyelesaikan pekerjaan. Namun, setelah dijanjikan akan segera dibayar, tiba-tiba CPK memutuskan memberhentikan mereka secara sepihak, tanpa menjelaskan runut persoalan.
 
"Selain itu, saya diminta membantu pengecoran di jembatan di seksi 2. Itukan uangnya lambat keluar, jadi anggota tak mau kerja karena uang lambat keluar. Begitu kita mulai kerja lagi, tiba tiba kita diberhentikan," jelas Mudir.
 
Namun yang menjadi persoalan pihak CPK tidak mau membayar hasil pekerjaan sesuai yang diklaim para pekerja. Menurut Mudir, dari perhitungannya yang juga diketahui pekerja lainnya. Dari estimasi perhitungannya hasil pekerjaan mereka mestinya menghasilkan Rp55 juta. Kemudian dihitung Dana casbon yang diperuntukan untuk membayar pekerja dan operasional sebesar Rp30 juta.
 
Sedangkan sisa Rp25 juta yang harusnya tetap menjadi haknya, tidak dibayarkan sama sekali. Pihak CPK malah berkilah, dari total hasil pekerjaan justru masih terjadi minus sebesar Rp5 juta.
 
"Kami tidak paham maksud perusahaan minus itu apa. Kami semua punya catatan, berapa persen pekerjaan kami selesaikan. Berapa dana casbon yang kami ajukan. Anehnya, waktu kami minta penjelasan kenapa sampai minus, CPK tak bisa menjelaskan sampai saat ini," ungkap Mudir.
 
Itu pun pemberitahuan klaim minus dana dari hasil pekerjaan diberi tahu melalui WhatsApp, beberapa waktu kemudian setelah mereka diberhentikan.
 
"Saya persisnya kapan. Yang jelas, kita datangi pihak CPK beberapa waktu kali, kita minta penjelasan tidak pernah disampaikan. Setelah kita pulang meninggalkan lokasi proyek tol, ada pemberitahuan lewat WA, katanya kita justru minus," jelas Mudir.
 
Bahkan lebih mengherankan, alat perlengkapan kerja seperti helm, rompi,  sarung tangan dan alat sefety lainnya ternyata dibebankan kepada pekerja. Dana ini pun dimasukan dalam beban pekerja yang harus dibayar, dihitung dalam bentuk potongan hasil pekerjaan.
 
"Nilainya Rp2,9 juta. Alat perlengkapan kerja ini harus dibebankan kepada pekerja. Dimana-mana alat safety justru disediakan perusahaan, ini justru dibebankan ke kami," ujar Mudir.
 
Menurut Mudir lagi, dia akan terus mengupayakan agar hak dari sisa pekerjaannya dibayarkan oleh CPK. Namun, sampai saat ini CPK belum menunjukan itikad baiknya.
 
Selain Mudir, rekannya Yatno yang juga mandor untuk pekerjaan jembatan di seksi 1 zona b proyek pembangunan box culvert di jalan tol Pekanbaru-Dumai juga bernasib sama. Pekerjaan Yatno bersama 15 orang lainnya yang diakui pihak CPK sebanyak 52 persen.
 
Dari anggaran pekerjaan itu dihitung, sebesar Rp167 juta lebih. Sementara yang harus diterima Yatno Rp85 juta. Namun setelah dipotong casbon sebesar Rp42 juta yang juga digunakan untuk membayar pekerja dan operasional lainnya, Yatno mestinya masih menerima Rp43 juta.
 
Namun yang terjadi, pihak CPK hanya mau membayarkan Rp12 juta saja dalam bentuk kwitansi bertuliskan pelunasan sisa hasil pekerjaan sebesar Rp12 juta.
 
Menurut Mudir yang didengarnya langsung dari keluh kesah Yatno, uang Rp12 juta terpaksa diterima, karena dia tertekan, baik CPK mau pun para pekerja yang terus menuntut hak mereka selama bekerja.
 
"Kata Yatno, CPK bilang kalau tak mau terima uang Rp12 juta itu dialihkan ke yang lain. Sementara Yatno juga terus ditanya sama anggotanya. Makanya tak ada pilihan lain, dari pada uang itu dialihkan, uang pekerja juga tak terbayar makanya diambil. Sebetulnya katanya dia sangat keberatan," jelas Mudir.
 
Dari berbagai masalah ini, Mudir mengaku bersama rekan pekerja lainnya pernah mengadukan masalah ini kepada Ahmad, yang berasal dari Hutama Karya (HK) selaku Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ditunjuk mengerjakan proyek pembangunan jalan tol Pekanbaru-Dumai.
 
Namun, keluh kesah ini tidak pernah disampaikan kepada jajaran di HK. Kecuali hanya turut mendorong agar terus menuntut hak pekerja kepada CPK. (mcr/red)

Berita Lainnya

Index