Trump Resmi Dimakzulkan di Level DPR AS

Trump Resmi Dimakzulkan di Level DPR AS
Presiden Amerika Serikat Donald Trump (kanan) dan Ketua DPR AS Nancy Pelosi. Foto Getty Images via BBC
WASHINGTON DC - Presiden AS Donald Trump resmi menjadi presiden ketiga dalam sejarah Negeri "Uncle Sam" yang dimakzulkan.
 
Dalam sidang paripurna yang digelar Rabu malam waktu setempat (18/12/2019), DPR AS menyetujui dua pasal pemakzulan terhadap presiden 73 tahun itu.
 
Pasal pertama: Penyalahgunaan Kekuasaan, mendapat dukungan 230, dengan 197 politisi House of Representatives.
 
Adapun jumlah minimal dukungan yang diperlukan di DPR AS guna membawa proses pemakzulan Trump ke level Senat adalah 216.
 
Sementara pasal 2: Menghalangi Penyelidikan Kongres menerima dukungan 229, dalam hasil yang dibacakan Ketua DPR AS Nancy Pelosi.
 
Yang menarik, politisi Demokrat yang juga maju sebagai bakal calon presiden, Tulsi Gabbard, memutuskan untuk abstain dalam voting tersebut.
 
Menurutnya, dia sepakat dengan fakta bahwa Trump sudah melakukan kesalahan sehingga proses pemakzulan itu harus dijalankan.
 
"Namun di sisi lain, saya yakin bahwa proses pemakzulan ini haruslah bukan karena sikap salah satu kubu, yang kemudian menyebabkan bangsa ini terpecah," paparnya, dilansir kompas.com.
 
Trump pun menjadi presiden setelah Andrew Johnson (1868), dan Bill Clinton (1998) yang dimakzulkan di level DPR AS.
 
Setelah ini, tahap selanjutnya dalam proses pemakzulan adalah membawa resolusi tersebut ke level Senat, di mana mereka akan membahasnya tahun depan.
 
Di tahap ini, kecil kemungkinan Trump bakal dilengserkan karena 53 dari 100 kursi senator dipegang oleh Partai Republik.
 
Dalam konferensi pers pasca-pemungutan suara, Ketua Komite Yudisial Jerry Nadler mengatakan, Trump memang layak dimakzulkan.
 
Dia menjelaskan, presiden ke-45 AS tersebut secara nyata sudah menampilkan bahaya nyata bagi sistem pemilihan dan pembagian kekuasaan di AS.
 
"Seorang Presiden AS tidak diperkenankan untuk menjadi diktator," ucap Nadler dalam keterangannya sebagaimana diberitakan BBC.
 
Trump menjalani sidang pemakzulan buntut percakapan teleponnya dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky pada 25 Juli lalu.
 
Dalam percakapan itu, Trump dituduh menekan Zelensky guna menyelidiki Joe Biden, calon rivalnya dalam Pilpres AS 2020 mendatang. (red)

Berita Lainnya

Index