Sejumlah Negara Setop Vaksin Moderna, Ada Apa? Kemenkes Angkat Bicara

Sejumlah Negara Setop Vaksin Moderna, Ada Apa? Kemenkes Angkat Bicara
Vaksin Moderna. foto AFP
JAKARTA - Juru bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi buka suara soal kabar disetopnya vaksin Moderna oleh sejumlah negara.
 
Diketahui, sejumlah negara, seperti Finlandia, Swedia, Norwegia, dan Denmark, menghentikan penggunaan vaksin Moderna bagi pria di bawah 30 tahun.
 
Hal tersebut disebabkan oleh munculnya efek samping kardiovaskular atau peradangan jantung.
 
Terkait hal itu, Siti Nadia menjelaskan bahwa efek samping dari vaksin Moderna telah diawasi oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat.
 
"Terkait radang pada jaringan jantung atau selaput jantung, ini sudah juga (menjadi, red) efek samping yang di-monitoring oleh CDC Amerika," kata Nadia dikutip dari JPNN.com, Jumat (8/10) kemarin.
 
Berdasarkan pemantauan yang dilakukan oleh pihak terkait, Nadia memastikan efek samping kardiovaskular dari vaksin Moderna belum ada di Indonesia.
 
"Kami bersama BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) dan Komnas KIPI terus melakukan pemantauan terkait hal ini," ujarnya.
 
Siti Nadia juga mengatakan bahwa sejauh ini sejumlah lembaga terkait masih merekomendasikan penggunaan Moderna kepada masyarakat yang berusia di atas 18 tahun.
 
Beberapa lembaga yang merekomendasikan vaksin Moderna di antaranya ITAGI (Indonesian Technical Advisory Group on Immunization) dan Komnas KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi).
 
"Dari berbagai rekomendasi, termasuk Moderna masih dapat digunakan untuk vaksinasi pada usia lebih dari 18 tahun," tutur Nadia.
 
Sebelumnya, pejabat kesehatan Swedia dan Denmark mengumumkan penangguhan penggunaan vaksin Moderna di seluruh penduduk dewasa muda dan anak-anak, pada Rabu lalu (6/10).
 
Di sisi lain, regulator di Amerika Serikat, Uni Eropa dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) justru merekomendasikan vaksin Moderna.
 
Mereka menyatakan bahwa manfaat vaksin berbasis teknologi mRNA buatan Moderna dan Pfizer/BioNTech masih lebih besar dibanding risikonya dalam mencegah Covid-19. (red)

Berita Lainnya

Index