Kuasa Hukum Ari Luruskan Berita Diluar Fakta Persidangan

Kuasa Hukum Ari Luruskan Berita Diluar Fakta Persidangan
Ari Kurnia Arnold foto bersama Kuasa Hukumnya Suroto SH, usai divonis bebas oleh Majelis Hakim

PEKANBARU - Suroto SH, selaku Kuasa Hukum Ari Kurnia Arnold dalam perkara dugaan korupsi dana bimtek bagi Aparatur Desa dan BPD se-Rokan Hulu, kembali menyesalkan pemberitaan di sejumlah media dari sumber diluar fakta persidangan.

Dikatakannya, putusan bebas majelis hakim atas perkara itu sudah diprediksi dari jauh hari, berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, sehingga kuasa hukum menyatakan sangat menyambut baik terhadap putusan tersebut.

"Dari awal kami sudah memprediksi bahwa klien kami akan di vonis bebas oleh majelis hakim, karena dalam menetapkan klien kami sebagai tersangka, sama sekali tidak ada perhitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh ahli, baik dari BPKP, BPK, Inspektorat ataupun akuntan publik," ungkap Suroto, Rabu 6 September 2017.

Dalam perkara korupsi yang dituduhkan kepada kliennya, perhitungan kerugian negara dilakukan sendiri oleh penyidik Kejaksaan Negeri Rokan Hulu. Hal itu bertentangan dengan penjelasan Pasal 32 ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Pasal tersebut menyebutkan perhitungan kerugian keuangan negara harus dilakukan oleh ahli yang berwenang atau akuntan publik yang ditunjuk, penghitungan kerugian keuangan negara oleh penyidik sendiri dalam perkara ini, juga bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi, UU tentang BPK dan Surat edaran Mahkamah Agung Nomor 4 tahun 2016, yang menegaskan bahwa yang boleh menyatakan ada kerugian keuangan negara hanyalah BPK," ujarnya.

Kejanggalan lain dalam penanganan perkara itu di Kejaksaan Negeri Rohul, yakni pada tanggal 7 April 2017 dengan alasan penyidikan yang belum selesai, ari diperpanjang penahanannya untuk 40 hari kedepan, akan tetapi setelah penyidik tahu bahwa ari mengajukan praperadilan, tiba-tiba sore harinya penyidik kembali datang dan memberikan surat pemberitahuan tahap II.

"Ini kan aneh, bagaimana bisa klien kami pada tanggal 7 April 2017 diberikan surat perpanjangan penahanan, dengan alasan penyidikan belum selesai, akan tetapi tiba-tiba pada hari yang sama Klien kami juga diberikan surat pemberitahuan tahap II oleh Penyidik," kata Suroto.

Menurutnya, apa yang dilakukan oleh penyidik yang dalam perkara ini juga bertindak selaku penuntut adalah bentuk kesewenang-wenangan. Disesalkannya karena menjabat selaku penyidik dan penuntut sembarangan dalam menetapkan berkas lengkap atau P21.

"Kami juga menduga hal tersebut dilakukan adalah untuk menjegal upaya praperadilan yang sebelumnya sudah kami daftarkan," ujarnya.

Selain itu menanggapi pemberitaan di media, yang menyebutkan nilai kerugian keuangan negara dalam perkara itu berdasarkan perhitungn BPKP, hal tersebut adalah bohong, karena di dalam berkas perkara penuntut umum sudah mengakui bahwa yang menghitung kerugian keuangan negara dalam perkara itu adalah penyidik kejaksaan rohul sendiri.

Sedangkan pemberitaan media yang menyebutkan kliennya meminta pembayaran lagi kepada masing-masing desa sejumlah 1,4 juta rupiah, hal tersebut juga bohong, karena tidak ada satu orang pun saksi di persidangan, termasuk dari Desa dan BPD yang menerangkan hal demikian.

"Kami kuasa hukum menilai informasi-informasi keliru yang kemarin disampaikan kepada media adalah untuk membentuk opini masyarakat seolah-olah penyidik sekaligus penuntut kejaksaan negeri rohul telah prosedural dalam menangani perkara korupsi yang dituduhkan kepada klien kami. Padahal fakta di persidangan tidak demikian," tegasnya.

Terakhir, terkait dengan upaya hukum kasasi yang ditempuh oleh penuntut umum, Suroto mempersilahkannya karena itu menjadi hak JPU. "Ya silahkan saja, karena kami meyakini sampai kapanpun dan dimanapun yang namanya kebenaran akan tetap menang," tutupnya. (red)

Berita Lainnya

Index