WHO Resmi Terbitkan Vaksin COVID-19 Nusantara di Jurnal Uji Klinis

WHO Resmi Terbitkan Vaksin COVID-19 Nusantara di Jurnal Uji Klinis
Keluarga Anang mendapat kesempatan uji klinis vaksin Nusantara
JAKARTA - Vaksin Nusantara buatan mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto memang terus menuai sorotan publik. Bagaimana tidak, beberapa pejabat tinggi negara mengaku kemanjuran vaksin Nusantara tersebut.
 
Namun, tak sedikit ahli yang mencibir adanya vaksin buatan mantan Menkes dengan salah satu rumah sakit di Indonesia. Bahkan, epidemiolog Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono meminta masyarakat untuk melupakan vaksin Nusantara.
 
Kendati demikian, Terawan seakan membuktikan kerja kerasnya, hingga akhirnya Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menerbitkan jurnal tentang Vaksin Nusantara di jurnal uji klinis.
 
Jurnal yang diberi judul "Preventive Dendritic Cell Vaccine, AV-COVID-19, in Subjects Not Actively Infected With COVID-19" itu mengulas tentang sel dendritik dalam Vaksin Nusantara.
 
Penelitian yang disponsori oleh Aivita Biomedical, Inc rupanya terbit di laman jurnal Clinical Trials pada Senin (16/8/2021) lalu.
 
"Produk ini adalah vaksin pribadi khusus subjek yang terdiri dari sel dendritik autologus dan limfosit (DCL) yang sebelumnya diinkubasi dengan sejumlah protein lonjakan SARS-CoV-2 (protein S) yang terbukti aman dalam studi fase 1 juga dilakukan di Indonesia," tulis dalam keterangan tersebut.
 
"Dalam studi fase 2 ini, kemanjuran dinilai melalui peningkatan respons sel T spesifik protein S dengan membandingkan hasil sebelum dan sesudah vaksinasi." tulisnya.
 
"Keamanan dikonfirmasi melalui nilai laboratorium, observasi dan pelaporan pasien secara teratur," tulisnya lagi.
 
Dalam uji klinis tersebut, terdapat 145 partisipan atau sukarelawan dengan beberapa kriteria. Di antara kriteria partisipan untuk uji klinis vaksin Nusantara, yaitu:
 
- Memahami dan setuju untuk mematuhi prosedur penelitian dan memberikan persetujuan tertulis.
 
- Sehat secara fisik dan mental memenuhi kriteria untuk berpartisipasi, yang meliputi faktor-faktor yang terkait dengan peningkatan risiko paparan SARS-CoV-2, seperti usia> 65, obesitas ringan hingga sedang (BMI 30-40), hipertensi yang dikendalikan dengan obat-obatan, hiperlipidemia yang dikendalikan obat, diabetes dikendalikan dengan obat-obatan, penyakit paru-paru kronis ringan.
 
- Memberikan izin akses vena untuk pengambilan darah.
 
- Untuk orang dengan kemampuan reproduksi, kontrasepsi yang memadai dan tidak sedang hamil.
 
Subyek yang disuntikkan kemudian ditanya secara khusus tentang reaksi injeksi lokal dan gejala-gejala yang mirip flu sistemik (demam, menggigil, nyeri otot, nyeri sendi) selama 7 hari setelah injeksi.
 
Sementara, kejadian-kejadian buruk (AE) dikumpulkan selama 28 hari setelah injeksi.
 
Ulasan mengenai jurnal vaksin Nusantara tersebut dapat diakses di laman Clinical Trials.
 
Terlepas dari itu, sebelumnya, epidemiolog Pandu Riono meminta masyarakat untuk melupakan vaksin Nusantara lantaran tidak adanya jejak riset ilmiah.
 
"Lupakan vaksin nusantara yang banyak kebohongan dan tidak menempuh jejak riset ilmiah," tulis Pandu Riono melalui akun Twitter @drpriono1, Sabtu (28/8/2021) lalu.
 
Sementara, Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan, dr. Siti Nadia Tarmizi M.Epid menegaskan bahwa vaksin Nusantara tidak dapat dikomersialkan lantaran autologus atau bersifat individual.
 
"Sel dendritik bersifat autologus artinya dari materi yang digunakan dari diri kita sendiri dan untuk diri kita sendiri, sehingga tidak bisa digunakan untuk orang lain. Jadi, produknya hanya bisa dipergunakan untuk diri pasien sendiri," tegas Nadia dikutip dari laman resmi Kemenkes.
 
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Lukito mengatakan, saat ini lembaganya sedang mengupayakan proses registrasi untuk mendapatakan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA) terhadap empat jenis vaksin Covid-19.
 
"Pertama adalah Cansino, lalu Johnson and Johnson, Covavax dan Covaxin, dilansir kompas.com.
 
Ini adalah 4 jenis vaksin yang sedang dalam proses (mendapat EUA) juga," ujar Penny dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi IX DPR, Rabu (25/8/2021).
 
Penny menyebut masih diperlukan sejumlah data untuk mengeluarkan izin penggunaan darurat terhadap empat jenis vaksin tersebut.
 
"Masih membutuhkan beberapa data untuk bisa keluar EUA-nya," kata Penny.
 
Sejak Januari hingga Agustus 2021 tercatat ada 7 jenis vaksin Covid-19 di Indonesia yang telah mendapat EUA dari BPOM.
 
"Setiap proses pemberian EUA masing-masing vaksin mempunyai prosesnya tersendiri, dinamikanya tersendiri. Dan alhamdulillah pada saat ini sudah ada 7 jenis vaksin yang kami berikan emergency use authorization," katanya.
 
Adapun tujuh vaksin Covid-19 yang sudah mendapat EUA dari BPOM adalah Sinovac, vaksin Covid-19 PT Bio Farma, AstraZeneca, Sinopharm, Moderna, Pfizer, dan Sputnik V.
 
Dari tujuh jenis vaksin tersebut, ada tiga vaksin yang telah dapat digunakan untuk anak usia 12 tahun ke atas.
 
"Yaitu Coronavac (Sinovac), vaksin Covid-19 PT Bio Farma, dan ketiga adalah Pfizer Comirnity," ujar dia.
 
Penny juga menegaskan bahwa tugas BPOM dalam penanganan pandemi adalah pendampingan, dan pengawalan khasiat, keamanan, mutu dari vaksin Covid-19.
 
Hal-hal tersebut dimulai dari pengembangan hingga proses hilirisasi vaksin Covid-19. (red)

Berita Lainnya

Index