5 Auditor Inspektorat Riau Terima Gratifikasi, Moris : Harusnya Dipidana

5 Auditor Inspektorat Riau Terima Gratifikasi, Moris : Harusnya Dipidana
DR Moris Adidi Yogia MSi

PEKANBARU - Lima anggota tim auditor Inspektorat Riau dikenakan sanksi penurunan jabatan, yang diduga akibat menerima gratifikasi. Namun, pengamat menilai tindakan itu terkesan hanya formalitas semata.

Informasinya, kelima oknum tersebut diketahui menerima gratifikasi saat melakukan audit keuangan terhadap salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di tahun 2021 lalu.

DR Moris Adidi Yogia MSi selaku Lektor Universitas Islam Riau (UIR) berpendapat harusnya lima oknum tersebut disanksi hukum pidana atas perbuatannya.

“Jika sanksinya hanya penurunan jabatan, itu tidak akan memberikan efek jera, baiknya diberi sanksi hukum agar tidak diulangi dikemudian hari dan tidak dicontoh ASN lainnya,” kata Dr Moris, kemarin.

Sanksi ini jelas Moris, karena yang dilanggar oknum Inspektorat dan oknum dari BUMD, bukanlah pelanggaran etika, melainkan pelanggaran pidana yakni mengarah kepada suap atau korupsi.

Menurutnya, aspek etika tidak cocok diterapkan. Sembari mencontohkan, bahwa pelanggaran aspek etika seperti melawan senior, dan adanya rasa tidak hormat terhadap atasan.

Dia berpendapat, pelanggaran yang dilakukan oknum tersebut adalah lebih daripada pelanggaran norma yang membuat terluka hati masyarakat.

“Mengapa terluka karena perbuatan mereka itu menyalahgunakan wewenang, sebagai fungsi inspektorat yang harusnya independen dalam menindak adanya temuan yang merugikan masyarakat,” jelas alumni Fakultas Ilmu Administrasi Fisip Unri ini.

Hal ini, lanjut Moris, bahwa saat ini aspek etika nilai-nilai yang berlaku secara parsial, sementara moral sudah berlaku universal.

Artinya, sebut Moris tindakan kelima oknum tersebut adalah nilai kecurangan yang ditutupi dengan gratifikasi atau temuan yang dikurangi dengan gratifikasi.

“Apa yang dilakukan kelima orang itu bukan nilai etika, tapi pelanggaran moral. Sehingga sanksi yang diberikan hanya pelepas tanya semata. Harusnya kelima orang oknum inspektorat itu disanksi pidana,” terang dia.

Kepada Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Riau, Moris menyarankan untuk bertindak tegas, agar reformasi birokrasi yang saat ini sering digaungkan benar-benar telah dilaksanakan.

“Kalau sanksinya hanya penurunan jabatan, artinya BKD itu tidak bisa menerapkan reformasi birokrasi yang selama ini digaungkan, akan jauh dari kata memberikan perubahan,” katanya.

Moris mengingatkan, bahwa tupoksi Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan sebagai pelayan masyarakat. Sehingga, harusnya mereka lebih meningkatkan pelayanan, bukan malah merusaknya.

“Nilai etika di ASN lebih meningkatkan pelayanan. Maka, kemudian adanya sinergitas antar pelayan dan yang dilayani,” lanjut Moris.

Menempatkan dirinya di posisi masyarakat, artinya masyarakat melihat peristiwa yang terjadi ini lebih pantas dikatakan suap menyuap.

“Saya katakan suap menyuap, karena penyebutan bahasa gratifikasi terlalu elegan. Sehingga susah dimengerti masyarakat awam,” sebut Moris.

Lebih jauh sebutnya, melihat adanya pemberian suap tersebut, menandakan pihak BUMD yang diaudit ingin menutupi temuan agar tidak terangkat ke publik.

“Ini yang menjadi pertanyaan, temuan apa yang mau ditutupi itu?. Yang perlu diketahui terkait apa mereka memberikan gratifikasi?,” katanya.

Terkait tindakan suap yang dilakukan, Moris menilai bahwa profil BUMD saat ini bukan sebagai penopang APBD, karena tidak memberikan kontribusi yang signifikan. Artinya, posisinya sebagai organisasi saat ini belum memberikan dampak kepada penguatan ekonomi.

“Stigma masyarakat BUMD itu hanya sebagai sarana atau tempat memberikan atau menerima orang-orang dekat pejabat agar memiliki pekerjaan. Sementara hasil dari BUMD itu sendiri belum memberikan penguatan ekonomi masyarakat,” ungkapnya.

“Hukuman itu harusnya memberikan efek jera, harus lebih nyata, jangan hanya ditindak dengan penurunan pangkat atau dipindah tugaskan,” saran Moris.

Menurutnya, sebagai abdi negara seharusnya ASN itu memberikan contoh yang baik, lebih tegas dan memperbaiki pelayanan terhadap masyarakat, bukan sebaliknya.

Maka, agar fungsi inspektorat sebagai pengawas berjalan. Moris menyarankan agar orang-orang yang ditempatkan di Inspektorat baiknya diisi ASN yang memiliki integritas tinggi, dengan mengedepankan kepentingan masyarakat, bukan atas kepentingan pribadinya.

“Agar peristiwa ini tidak terulang, baiknya orang yang ditempatkan di Inspektorat itu adalah orang bermoral bukan parsial,” sarannya.

Sementara itu Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Riau Ikhwan Ridwan mengatakan, sanksi yang akan diberikan kepada lima auditor itu sedang diproses. 

Pihaknya, lanjut Ikhwan, sedang berkoordinasi dengan Biro Hukum Setdaprov Riau.

“Sedang proses di Biro Hukum. Saat ini sedang tahap harmonisasi,” kata Ikhwan Ridwan.

Ditanya sanksi yang nantinya akan diberikan, Ridwan mengatakan, akan diberikan berupa penurunan pangkat satu tingkat.

“Ini diberikan sebagai upaya efek jera kelima oknum auditor tersebut. Jadi kita tunggu dulu proses harmonisasi di Biro Hukum. Setelah itu, baru kita tetapkan sanksinya," jelas Ikhwan.

Ditanya siapa saja lima oknum tersebut, Ikhwan belum mau mengungkapkannya. Karena hal tersebut terkait kode etik aparatur sipil negara (ASN).

“Untuk namanya nanti ya, yang jelas diberikan sanksi sebagai efek jera kepada pegawai. Agar mereka dalam menjalankan tugas sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku,” pungkas Ikhwan. (*)

Berita Lainnya

Index