Laode Syarif: Pelaku Korupsi di KPK Didominasi S-2

Laode Syarif: Pelaku Korupsi di KPK Didominasi S-2
Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif. Foto Antara
JAKARTA - Sejak berdiri tahun 2002, KPK sudah menjerat banyak koruptor. Namun, sebagian besar pelaku korupsi itu justru merupakan lulusan S-2.
 
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan tersangka kasus korupsi yang ditangani oleh lembaganya didominasi oleh magister, disusul sarjana, kemudian bergelar doktor.
 
"Yang paling dominan yang tersandera di KPK adalah S2, disusul S1 dan disusul S3. Yang SMA paling itu hanya perantara anak-anak kecil, kebanyakan sarjana ke atas," kata Syarif saat menjadi narasumber bedah buku 'Untuk Republik: Kisah-kisah Teladan Kesederhanaan Tokoh Bangsa' di Galeri Nasional, Jakarta Pusat, Selasa (13/8/2019).
 
Menurut Syarif, kaya dan miskin dan tinggi-rendahnya pendidikan seseorang tidak menjamin mereka untuk terbebas dari perilaku korupsi. Integritas, menurutnya, jauh lebih penting dimiliki penyelenggara negara untuk mencegah adanya tindak pidana korupsi.
 
"Tingkat pendidikan dan kekayaan tidak selalu berjalan beririsan dengan nilai integritas," ucapnya dilansir Kumparan.
 
Selain itu, Syarif menilai pola hidup sederhana bisa menjadi embrio seseorang terhindar dari perilaku korupsi.
 
Ia juga menyebut kesederhanaan tokoh bangsa seperti mantan Wakil Presiden Mohammad Hatta, mantan Kapolri Jenderal Hoegeng Imam Santoso, dan mantan Jaksa Agung, Baharudin Lopa, bisa menjadi contoh dalam kehidupan bernegara.
 
Menurut Syarif, kehidupan sederhana tidak membuat masyarakat mengkerdilkan mereka. Bahkan, malah dijadikan teladan oleh masyarakat, termasuk oleh Syarif.
 
"Anak kembar saya salah satunya ada nama Hatta. Nama anak saya sekarang ada Hatta Ode Syarif, gara-gara kami (Syarif dan Istrinya) terpesona dengan Mohammad Hatta," ucap Syarif.
 
Selain itu, Syarif mengaku Baharudin Lopa merupakan dosennya di kampus. Ia mengaku sosok Lopa yang membuatnya bertahan di Fakultas Hukum.
 
"Biasanya saya tinggalkan mata kuliah saya dan saya ikut mata kuliah dia (Baharudin Lopa). Dan gara-gara dia, sampai saya tidak keluar dari Fakultas Hukum," ungkapnya.
 
Syarif berharap aparat penegak hukum lebih bersih dibandingkan profesi lain. Namun, ia menyayangkan masih rendahnya kinerja penegakan hukum.
 
Bahkan, Syarif menyebut sosok penegak hukum yang menjadi teladan sangat minim. Hal itu dibuktikan dia semenjak kuliah di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar.
 
Ia mengaku sosok penegak hukum yang baik, tapi yang muncul hanya Hoegeng dari unsur polisi dan Lopa dari unsur jaksa.
 
"Dari jaksa, dari A sampai Z, paling ditemui Baharudin Lopa, Baharudin Lopa lagi. Polisi, dari dulu sampai sekarang, Hoegeng terus," ujarnya. (red)

Berita Lainnya

Index