Karhutla di Sumsel Meluas Mencapai 361 Ribu Hektare

Karhutla di Sumsel Meluas Mencapai 361 Ribu Hektare
Ilustrasi dampak kebakaran hutan dan lahan di Sumatra Selatan. (ANTARA FOTO/Mushaful Imam)
JAKARTA - Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi di Sumatra Selatan telah menghanguskan 361.857 hektare. Meski dalam sepekan ke belakang hujan sudah mulai mengguyur, namun titik api pada Jumat (8 November 2019) kembali meningkat.
 
Berdasarkan pantauan situs Lapan, terdapat 394 titik api yang berada di Sumatra Selatan per Jumat (8 November 2019). Pantauan tersebut merupakan titik api yang terjadi sejak Kamis (7 November 2019) siang. Sebanyak 140 titik memiliki tingkat kepercayaan di atas 80 persen, 234 titik dengan tingkat kepercayaan 30-80 persen, sementara 20 lainnya di bawah 30 persen.
 
Jumlah tersebut meningkat signifikan dari laporan jumlah titik api Kamis (7 November 2019) dengan 57 titik, sebanyak 25 titik pada Rabu (6 November 2019), serta 39 titik pada Selasa (5 November 2019). Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Selatan Iriansyah mengatakan, daerah yang terbesar luasan lahan terbakarnya yakni Ogan Komering Ilir (OKI) dengan 204.974 hektare, disusul Banyuasin 59.425 hektare dan 43.815 hektare di Musi Banyuasin.
"Kebakaran lahan di Sumsel 99 persen disebabkan oleh ulah manusia, baik disengaja atau lalai. Faktor alam, kondisi cuaca yang sangat panas hanya memberi sumbangsih sekitar 1 persen," ujar Iriansyah.
 
Dari total luasan lahan 361.857 hektare yang sudah terbakar, dirinya mengungkapkan, 220.483 hektare di antaranya berada di kawasan gambut, sementara 131.374 lainnya berada di kawasan nongambut. Sementara berdasarkan kawasan, 176.148 hektare berada di kawasan hutan dan 185.741 hektare lainnya di kawasan nonhutan.
 
Menurut Iriansyah, kebakaran telah merusak tatanan ekologis yang berdampak buruk bagi lingkungan. Asap yang ditimbulkan juga membuat kondisi udara di Palembang dalam satu bulan terakhir berada di kisaran sedang hingga berbahaya. Akibatnya, jumlah penderita ISPA juga bertambah terutama pada periode Agustus-September.
 
"Karhutla tahun ini memang tidak sebesar pada 2015 lalu, berdasarkan jumlah titik api dan jumlah kebakarannya masih tidak separah itu. Tapi dampaknya sangat buruk. Ke depan, upaya pencegahan kebakaran harus didorong. Masyarakat di kawasan rawan terbakar harus didukung mengedepankan kemandirian perekonomian dengan meningkatkan sektor perikanan dan peternakan, mengurangi aksi pembakaran," kata dia.
Sementara itu Kabid Penanganan Kedaruratan BPBD Sumsel Ansori berujar, saat ini pihaknya masih terus melakukan upaya pemadaman baik melalui udara dan darat. Bom air menggunakan helikopter pun setiap hari dilakukan.
 
"Status tanggap darurat masih berlaku hingga 10 November. Nanti akan dievaluasi pada akhir status tanggap darurat ini," kata dia.
 
Sementara itu Kepala Seksi Observasi dan Informasi Stasiun Meteorologi SMB II BMKG Sumsel Bambang Beny Setiaji berujar, kondisi intensitas asap tetap berpotensi terjadi di Sumsel, khususnya Palembang dikarenakan wilayah-wilayah yang memiliki jumlah titik panas yang signifikan belum terpapar hujan yang cukup.
 
Mengingat luas dan dalamnya lahan gambut yang terbakar sehingga perlu hujan intensitas tinggi yang membasahinya. Hujan sistem konvektif berskala meso dengan indikasi awan hujan yang memanjang lebih kurang 200 km diyakini dapat memadamkan titik-titik panas.
 
"Hujan ini akan berlangsung lama dan biasanya terjadi pada malam hingga pagi hari," kata dia.(CNN Indonesia)

Berita Lainnya

Index