JURNALMADANI - Pemilihan umum adalah sumber utama legitimasi kekuasaan. Tanpa pemilu yang adil, berintegritas dan dipercaya, maka legitimasi kekuasaan itu tentu akan rapuh.

Hal itu diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi dan Pemasyarakatan Indonesia, Prof. Yusril Ihza Mahendra, dalam sambutannya saat acara diskusi dengan tema Transformasi Demokrasi melalui Kodifikasi Undang-Undang Pemilu, Rabu, 3 Desember 2025 di Jakarta.
Dikatakannya, pembuatan norma-norma pengatur pemilu melibatkan para politisi yang punya agenda dan kepentingan masing-masing.

Oleh karena itu, ketika organisasi masyarakat sipil berinisiatif memperbaiki undang-undang pemilu, Pemerintah tidak memandangnya sebagai sebuah tandingan, apalagi sebuah tantangan.
"Kami malah menghargai semangat dan sumbangan yang diberikan sebagai wujud nyata dari partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan," ungkapnya.

Pemerintah, kata Yusril, memang memerlukan masukan dan pemikiran-pemikiran yang jernih dari berbagai kelompok masyarakat. Apalagi yang bebas dari kepentingan politik dan secara langsung ikut menyumbangkan pikiran dalam merumuskan kaidah-kaidah hukum terkait dengan penyelenggaraan pemilu. Pemerintah akan menyambut gembira dan berterima kasih.
"Saya hargai prakarsa Perludem bersama kawan-kawan dari Koalisi masyarakat sipil dalam menyelenggarakan diskusi Transformasi Demokrasi melalui Kodifikasi Undang-Undang Pemilu ini," ujarnya.

"Saya kira, melalui opini yang kuat dan jernih di tengah masyarakat, para pembentuk undang-undang, baik Pemerintah maupun Dewan Perwakilan Rakyat, akan sungguh-sungguh memperhatikan dan menyerap aspirasi untuk mewujudkan pemilu yang langsung, umum, bebas dan rahasia serta jujur dan adil yang menjadi harapan seluruh rakyat," tambah Yusril. (*)

.jpg)