Indonesia Akhirnya Punya Produsen Obat HIV/AIDS Lokal

Indonesia Akhirnya Punya Produsen Obat HIV/AIDS Lokal
Peresmian pabrik farmasi milik PT Sampharindo Retroviral Indonesia (SRI)
SEMARANG — Pabrik farmasi lokal pertama yang memproduksi obat antiretroviral (ARV) milik PT Sampharindo Retroviral Indonesia (SRI) resmi dibuka di Semarang, Jawa Tengah.
 
SRI merupakan bisnis patungan (joint venture) antara perusahaan farmasi India, Macleods Pharmaceutical dan perusahaan farmasi dalam negeri PT Sampharindo Perdana dengan total investasi Rp90 miliar.
 
Presiden Direktur PT Sampharindo Perdana M Syamsul Arifin mengatakan, salah satu produk yang akan dihasilkan oleh SRI yakni obat untuk HIV/AIDS. Ada dua obat yang telah mendapatkan izin edar dari Badan POM yakni Telado dan Telavir.
 
Dia menuturkan, baru 17% dari seluruh penderita HIV/AIDS atau ODHA di Indonesia yang telah mendapat pengobatan. Padahal, menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), sedikitnya 90% dari penderita HIV/AIDS dalam satu negara harus mendapat pengobatan.
 
"Jumlah penderita HIV/AIDS atau ODHA di Indonesia sekitar 600 ribu, yang sudah diobati 17% sangat kecil sekali. Masalahnya karena harga mahal produk belum ada," kata Syamsul dalam acara peresmian pabrik PT Sampharindo Retroviral Indonesia di Semarang, Jawa Tengah, Kamis 27 Februari 2020 kemarin, dilansir MediaIndonesia.com.
 
Syamsul pun berharap dengan diresmikannya pabrik ini dapat menjadi solusi bagi problem ketersediaan obat HIV/AIDS di Tanah Air.
 
Dengan adanya produsen dalam negeri, maka konsumen bisa mendapatkan obat dengan harga yang lebih terjangkau dibandingkan obat impor dari luar negeri.
 
"Mudah-mudahan dengan pendirian pabrik ini kita bisa jual lebih murah, ketergantungan (terhadap obat impor) menurun, menghemat devisa, bahkan menghasilkan devisa untuk ekspor," ujarnya.
 
Syamsul menargetkan, di tahun pertama beroperasi, SRI dapat memproduksi hingga 150 juta obat.
 
"Tahun pertama ini kami maksimalkan kapasitas produksi pada 150 juta obat dan dalam lima tahun pertama kami akan targetkan produksi hingga 500 juta dan selanjutnya meningkatkan investasi kembali untuk perluasan," tandasnya.
 
PT Sampharindo Retroviral Indonesia mulai mengoperasikan Pabrik Farmasi Antiretroviral yang memproduksi obat antiretroviral (ARV), sebagai upaya untuk penyembuhan bagi penderita dengan HIV/AIDS (ODHA).
 
Pabrik ARV yang berlokasi di kawasan Tambak Aji Semarang itu, merupakan pabrik obat antiretroviral yang pertama di Indonesia dan diresmikan oleh dilakukan oleh Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, Kamis (27/2/2020).
 
Beroperasinya pabrik farmasi itu, memberi harapan baru bagi penderita HIV/AIDS (ODHA). Selain menjamin ketersediaan obat di pasaran, juga dapat menekan harga jualnya. Selama ini, Jawa Tengah masih sangat tergantung pada pasokan ARV dari produk impor, sehingga harganya pun relatif mahal.
 
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menyambut baik kehadiran pabrik farmasi ARV yang perusahaan yang bekerja sama dengan India itu dan diharapkan bisa melakukan riset lebih dalam semua penyakit yang diakibatkan oleh virus, termasuk Covid-2019 yang sedang mewabah di dunia.
 
"Kami berterima kasih atas kerja samanya. Tentu ini pioneering yang sangat bagus. Obatnya insyaallah bermanfaat untuk penderita ODHA, termasuk meriset lebih dalam untuk mengatasi virus-virus seperti Corona," ujarnya seusai meresmikan Pabrik Farmasi Antiretroviral itu.
 
Jateng, lanjutnya, masuk lima besar provinsi dengan kasus HIV tertinggi di Indonesia setelah DKI , Jatim, Jabar dan Papua. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI tahun 2012, data estimasi ODHA) di Jateng sebanyak 47.514 kasus. Pada 2016, jumlah ini meningkat menjadi 70.354 kasus.
 
Menurutnya, epidemi HIV/AIDS di Jateng sejak 1993 sampai September 2019, dilaporkan Dinkes Jateng sebanyak 30.465 dengan rincian 17.559 kasus HIV, 12.906 kasus AIDS dan sebanyak 1.915 orang di antaranya sudah meninggal dunia.
 
Ganjar menambahkan kehadiran pabrik farmasi ini dapat menjadi benchmark investasi untuk perusahaan sejenis. Dengan proses perizinan yang mudah, ini membuktikan bahwa praktik investasi bisa berjalan dengan baik di Jateng.
 
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito menuturkan pabrik farmasi antiretroviral milik PT Sampharindo Retroviral Indonesia ini merupakan pabrik obat antivirus pertama di Indonesia.
 
BPOM, lanjutnya, turut mendukung dengan mempercepat proses perizinan untuk obat yang akan diedarkan, termasuk memfasilitasi dengan mendatangkan investor sehingga ke depan pabrik ini bisa mandiri dan membuat obat ARV di dalam negeri.
 
"Dengan membuat produk di rumah sendiri, di dalam negeri, maka bisa menghasilkan produk yang lebih murah. Ini bisa membantu saudara kita yang biasanya harus membeli obat dengan harga mahal. Apalagi obat ARV ini sangat dibutuhkan," tutur Penny.
 
Dia juga mengapresiasi kerja lintas sektoral dalam pengembangan industri farmasi, di antaranya pemerintah daerah. Dalam lima tahun terakhir, menurutnya, sudah banyak perubahan dalam industri farmasi di Indonesia, dengan adanya 40 investasi di mana 17 di antaranya merupakan investor asing. (red)

Berita Lainnya

Index