Diduga Ada Malaadministrasi, 5 Pimpinan KPK Dilaporkan ke Ombudsman RI

Diduga Ada Malaadministrasi, 5 Pimpinan KPK Dilaporkan ke Ombudsman RI
Pimpinan KPK periode 2019-2023 menghadiri acara serah terima jabatan pimpinan KPK di Gedung Merah Putih KPK, Jumat 20 Desember 2019
JAKARTA - Semua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilaporkan ke Ombudsman RI atas dugaan malaadministrasi pada proses Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
 
Pelaporan dilakukan oleh 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lulus atau Tak Memenuhi Syarat (TMS) dalam asesmen TWK tersebut.
 
"Pimpinan KPK menambahkan metode alih status pegawai KPK bukan hanya melalui pengangkatan, tetapi juga melalui pengujian," jelas perwakilan pegawai KPK, Sujanarko, saat ditemui di Kantor Ombudsman RI, Rabu (19/5/2021), dikutip dari Tribunnews.com.
 
Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi KPK ini menjelaskan, metode tersebut tidak sesuai dengan aturan KPK.
 
"Keduanya bertolak belakang dan masing-masing metode memiliki implikasi hukum dan anggaran yang berbeda. Pasal 20 Ayat (1) Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021 tidak merinci metode pengujian TWK sehingga bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum, hak asasi manusia (HAM), dan kepastian hukum," paparnya.
 
Poin kedua pelaporannya yakni pimpinan KPK telah menyelenggarakan sendiri TWK tanpa ketentuan hukum yang berlaku. Sebab, hal itu tidak diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK).
 
"Ketiga pimpinan KPK melibatkan lembaga lainnya, melaksanakan TWK untuk tujuan selain alih status pegawai KPK. Hal ini bertentangan dengan Pasal 4 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 dan Pasal 18 dan 19 Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021," ungkap dia.
 
Pada poin keempat, Sujanarko mengatakan bahwa pimpinan KPK menggunakan hasil asesmen TWK sebagai dasar pengangkatan pegawai. Padahal, menurutnya, tidak ada ketentuan tersebut dalam Peraturan KPK No 1 Tahun 2021.
 
"Poin kelima pegawai KPK membuat dan menandatangani dokumen pelaksanaan pekerjaan setelah pekerjaan selesai. Keenam, pimpinan KPK menambahkan sendiri konsekuensi dari TWK sehingga melampaui batas kewenangannya. Hal ini bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 70/PUU-XVUU/2019," imbuhnya.
 
Terakhir, Sujanarko meminta agar Ombudsman RI memeriksa semua pimpinan KPK terkait kebijakan TWK.
 
Sujanarko juga meminta agar Ombudsman mengeluarkan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan yang menyatakan Firli Bahuri dan Komisioner KPK lainnya melakukan tindakan malaadministrasi.
 
Buntut polemik TWK tak juga mereda setelah Presiden Joko Widodo mengeluarkan pernyataan resmi pada Senin (17/5/2021) yang meminta hasil tes itu tak digunakan sebagai dasar pemberhentian pegawai KPK.
 
Pasalnya, pasca-pernyataan Jokowi, hingga saat ini KPK masih belum mencabut kebijakan dalam Surat Keputusan (SK) Nomor 652 Tahun 2021 yang berisi pernyataan pembebastugasan terhadap 75 pegawai yang tak lolos TWK.
 
Sebelumnya para pemimpin KPK juga dilaporkan oleh 75 pegawai yang disebut Tak Memenuhi Syarat (TMS) pada Dewan Pengawas KPK. Laporan itu diwakilkan oleh penyidik senior lembaga antirasuah itu, Novel Baswedan.
 
Novel mengatakan bahwa surat keputusan itu diduga berisi upaya penyingkiran para pegawai yang sudah terbukti loyal dan berdedikasi dalam pemberantasan korupsi. (red)

Berita Lainnya

Index