Bersaksi di Sidang Kasus Limbah B3 Chevron

Marsela: Mereka Tak Bertanggung Jawab, Sampai Sekarang Belum Bersihkan Lahan Kami

Marsela: Mereka Tak Bertanggung Jawab, Sampai Sekarang Belum Bersihkan Lahan Kami
Warga pemilik kebun di beberapa Kabupaten di Riau memberikan keterangan di PN Pekanbaru, Senin 9 Mei 2022
PEKANBARU - Lembaga Pencegah Perusak Hutan Indonesia (LPPHI) kembali menghadirkan empat saksi pada lanjutan persidangan Gugatan Lingkungan Hidup terkait pencemaran limbah bahan berbahaya beracun (B3) Tanah Terkontaminasi Minyak oleh PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) di Wilayah Kerja Migas Blok Rokan di Provinsi Riau, Senin (9/5/2022) di Pengadilan Negeri Pekanbaru.
 
Keempat saksi menegaskan bahwa CPI sudah mengetahui dan membenarkan adanya Limbah TTM di lahan milik keempat saksi. Bahkan, petugas dari CPI sudah melakukan pengambilan sampel limbah-limbah tersebut.
 
Namun, hingga keempat saksi memberikan keterangan di persidangan, CPI tidak memulihkan fungsi lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku.
 
Sebelumnya, pada persidangan yang berlangsung 14 April 2022 dan 21 April 2022 yang lalu, LPPHI juga telah menghadirkan empat saksi warga pemilik ladang di Pekanbaru, Siak dan Bengkalis. Keempatnya juga memberi kesaksian, lahan mereka telah tercemar limbah B3 TTM Chevron dan belum dipulihkan hingga mereka memberikan keterangan di persidangan.
 
Adapun Marsela Panjaitan, pemilik lahan di Minas Barat, Kabupaten Siak, yang memberikan keterangan di hadapan majelis hakim pada persidangan Senin (9/5/2022) kemarin, bahkan sempat berbicara dengan suara lantang.
 
"Tidak bertanggungjawab mereka itu. Mereka bilang dan janji mau membersihkan tumpahan limbah itu, tapi sampai saat ini tidak juga dibersihkan. Kami ini orang miskin pak, mereka hanya bertele-tele ke kami pak," tutur Marsela.
 
Marsela menceritakan, awalnya pada tahun 2007, terjadi tumpahan minyak ke ladang sawit miliknya dari kebocoran pipa minyak CPI yang melintas di tepi lahan miliknya.
 
"Memang ada mereka datang, lalu mengangkut sekitar 30 drum limbah. Tapi setelah itu hanya berjani-janji saja dan akhirnya tidak pernah lagi datang," tutur Marsela.
 
Kamudian, lanjutnya, tahun 2017 ada lagi petugas CPI yang datang. "Mereka menandai lahan saya tanpa ketemu dulu dengan saya. Dan sampai sekarang tidak ada membersihkan limbah itu," lanjut Marsela.
 
Tak hanya tanaman kelapa sawit miliknya yang terkena limbah itu. Ikan peliharaan yang ada di lima kolam miliknya, musnah. Air sungai pun tidak bisa lagi dipakai.
 
"Terapung lah minyak di sana," kata Marsela yang merana lantaran lima hektare lahan sawitnya tercemar limbah CPI.
 
Marsela juga memberikan keterangan, beberapa lahan yang berdekatan dengan kebunnya juga mengalami hal yang sama. Tercemar limbah minyak CPI.
 
Sementara itu, Santoso Sianturi, pemilik lahan di Duri, Kabupaten Bengkalis, bahkan lebih berapi-api memberikan keterangan di hadapan majelis hakim.
 
"Delapan hektare kebun saya, merata tercemar. Sawitnya ada yang tumbuh dan ada yang tidak. Dulu kalau tidak salah tahun 2016, ada orang CPI pernah cari saya. Saya lagi di rumah sakit di Mandau. Mereka nggak jumpa sama saya. Lalu rupanya mereka cari nomor HP saya. Akhirnya mereka datang ke rumah sakit. Saya tanya ada apa. Mereka bilang mereka datang ke karena lahan saya ada kena limbah. Mereka minta permisi masuk lahan saya," tutur Santoso.
 
Lantaran berharap lahannya akan dibersihkan, Santoso pun mempersilahkan petugas CPI masuk ke lahannya.
 
"Lalu beberapa bulan berikutnya mereka datang lagi. Suruh saya datang ke lokasi kebun. Mereka bilang mau memasang patok. Setelah dipatok, mereka telepon saya lagi. Katanya, mereka mau datang lagi. Mau cek limbah itu. Ramai yang datang. Bajunya macam-macam warnanya. Mereka bilang mau ambil contoh limbah. Setelah itu beberapa bulan berikutnya mereka datang lagi. Saya tanya. Mau apa. Mereka bilang mau diambil limbahnya. Mau diganti dengan tanah yang bagus. Tapi tidak ada diganti sampai sekarang. Yang ada hanya dicangkul-cangkul aja," kata Santoso lugas.
 
Terakhir, lanjut Santoso, setelah itu datang dari CPI dua orang. "Mereka minta tanda tangan kami. Mereka bilang kami mau cuci piring. Itu istilah mereka. Saya tidak mau teken. Lahan kami tak bersih. Lalu mereka bilang, mereka mau pindah. Nanti pemulihannya akan dikasih sama yang melanjutkan di sana," beber Santoso.
 
Santoso juga menuturkan, banyak ikan yang mati di saluran air kebunnya. Petugas CPI lalu membawa contoh air yang banyak kena limbah minyak. Menurut Santoso, tak sedikit lahan di sekitar kebunnya juga tercemar limbah.
 
Mediana Br Sinaga, warga pemilik kebun di Minas Barat, Kabupaten Siak, juga memberikan kesaksian yang sama. Petugas CPI sudah berkali-kali datang ke lokasi kebunnya. Namun, setelah datang, limbah TTM di kebun sawit miliknya masih seperti sedia kala.
 
"Orang CPI itu sendiri yang bilang ada limbah di atas lahan saya. Sesudah dibor tahun 2019, itu nggak ada lagi proses orang itu. Dipatok-patok. Setelah itu tidak ada lagi proses. Sawit yang kami tanam tidak berkembang. Hasilnya tiga hektare itu satu ton setengah bulan. Sampai sekarang tidak ada pembersihan oleh CPI," beber Mediana.
 
"Dulunya kami ada tanam pisang. Tidak berbuah. Apa pun ditanam tidak berbuah. Makanya sawit itu aja lah sekarang yang ada," lanjutnya.
 
Mediana mengatakan ia sudah pernah melaporkan keadaan di kebunnya itu ke CPI. "Tapi tidak ada diproses mereka. Saya sudah lapor juga sama lingkungan hidup. Sesudah itu tahun 2021 awal datang lah CPI sama bagian lingkungan hidup melihat kebun saya. Tapi sampai sekarang tidak dibersihkan limbahnya," kata Mediana.
 
Saksi lainnya, Tetty Manik, juga membeberkan hal yang serupa. Delapan hektare kebun sawit miliknya, kini merana.
 
"Saya malah tau di lahan saya ada limbah sejak orang CPI datang mencari saya. Mereka menemui saya. Mereka minta izin masuk lahan saya. Mereka hanya lihat-lihat awalnya. Suami saya yang dampingi ke lokasi. Selanjutnya mereka mau datang lagi untuk ngecek. Tapi sampai saat ini ini tidak ada pemulihan pencemaran limbah minyak itu," tutur Tetty.
 
Tetty menceritakan, ada sungai di seberang ladangnya. "Limbahnya sampai ke saluran air itu di perbatasan dengan tanah orang. Ada juga lahan lain di sana yang terkena limbah. Pernah diambil sampel. Tapi tidak pernah disampaikan hasil uji sampel," kata Tetty.
 
Sidang yang berlangsung mulai sekitar pukul 15.13 WIB hingga sekitar pukul 17.30 WIB. Setelah empat saksi memberikan keterangan, majelis hakim menutup sidang dan menetapkan sidang selanjutnya dengan agenda saksi dari LPPHI pada 23 Mei 2022 mendatang.
 
Perkara Gugatan Lingkungan Hidup ini, tercatat disidangkan di PN Pekanbaru dengan Nomor 150/PDT.G/LH/2021/PN.Pbr. Gugatan terdaftar pada 6 Juli 2021.
 
Sidang dipimpin Hakim Ketua DR Dahlan SH MH. Lembaga Pencegah Perusak Hutan Indonesia (LPPHI) merupakan lembaga penggugat perkara ini.
 
LPPHI menurunkan lima Kuasa Hukum dalam gugatan itu. Kelimanya yakni Josua Hutauruk, S.H., Tommy Freddy Manungkalit, S.H., Supriadi Bone, S.H., C.L.A., Muhammad Amin S.H.,dan Perianto Agus Pardosi, S.H. Kelimanya tergabung dalam Tim Hukum LPPHI.
 
Sementara itu, PT Chevron Pacific Indonesia, SKK Migas, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Riau merupakan para tergugat dalam perkara ini. (rls/hengki)

Berita Lainnya

Index