Menilik Kultur Matrileneal Dalam Suku Minangkabau

Menilik Kultur Matrileneal Dalam Suku Minangkabau

 

Pekanbaru, jurnalmadani.com - Indonesia dikenal luas sebagai negara dengan keberagaman suku dan budaya yang unik.

Salah satu suku yang menarik perhatian, terutama di kalangan peneliti Studi Gender, adalah Minangkabau. Suku yang berasal dari Sumatera Barat ini juga memiliki populasi besar di Provinsi Riau, khususnya di Kota Pekanbaru.

Minangkabau dikenal sebagai salah satu suku dengan sistem matrilineal terbesar di dunia.

Menurut Tirto.id dan penelitian yang dilakukan oleh Iva Ariani, sistem matrilineal di Minangkabau diwariskan secara turun-temurun sejak masa kekuasaan Datuk

Katumanggungan dan Datuak Parpatiah Nan Sabatang. Sejarah mencatat bahwa ketika Kerajaan Minangkabau diserang oleh panglima perang Majapahit, Adityawarman, masyarakat Minang menyambutnya dengan ramah.

Bahkan, sang Datuk menawarkan putrinya untuk dinikahi oleh Adityawarman sebagai bentuk penyelesaian konflik secara damai.

Pada saat itu, Minangkabau tidak memiliki angkatan perang maupun pertahanan militer.

Demi menjaga keturunan agar tetap menjadi bagian dari suku Minang, muncullah adat pewarisan garis keturunan dari pihak ibu. Sistem ini terus dipertahankan hingga kini dan masih dipraktikkan di berbagai daerah di Sumatera Barat.

“Sampai sekarang, beberapa daerah di Sumatera Barat masih mempraktikkan adat matrilineal, termasuk dalam pernikahan.

Jika umumnya laki-laki melamar perempuan, dalam adat Minang justru sebaliknya. Pihak perempuan yang melamar dan memberikan mahar kepada calon suami,” ujar Yuni Safira, seorang alumni Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII) yang berasal dari Kota Padang, dalam wawancara pada Kamis, 20 Februari 2025.

Yuni menjelaskan bahwa dalam beberapa daerah, mahar yang diberikan kepada calon suami disesuaikan dengan status sosial dan pendidikannya. “Jika laki-laki tersebut memiliki gelar Sarjana, Magister, atau lainnya, pihak perempuan harus memberikan mahar sesuai kesepakatan keluarga,” tambahnya.

Dalam adat Minangkabau, biaya pernikahan juga menjadi tanggung jawab pihak perempuan.

Yuni yang berasal dari suku Pitopang Suri, dengan garis keturunan ibu dari Payakumbuh dan ayah dari suku Jambak, menambahkan bahwa praktik adat matrilineal dapat berbeda di setiap daerah.

“Dalam keluarga saya, keputusan dan pemberian mahar tetap dilakukan oleh pihak laki-laki. Namun, teman saya dari Maninjau harus mengikuti proses adat matrilineal untuk mendapatkan status pernikahan yang sah secara adat dan hukum,” jelasnya.

Di beberapa daerah seperti Pasaman, Maninjau, dan Solok, adat yang berlaku menyatakan bahwa laki-laki memiliki derajat lebih tinggi, sehingga perempuan harus berusaha mendapatkan pasangan.

Namun, secara umum, Minangkabau tetap dikenal dengan sistem matrilineal nya karena jarang ditemukan adat yang mengadopsi sistem patrilineal secara penuh.

Berita Lainnya

Index