JURNALMADANI – Menteri Agama Nasaruddin Umar menegaskan, keimanan seseorang tidak dapat dipisahkan dari sikapnya terhadap lingkungan.
Ia menekankan, perilaku merusak alam, seperti membakar hutan atau membuang sampah sembarangan, bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga mengingkari amanah moral sebagai penjaga bumi.
Pernyataan itu disampaikan Nasaruddin saat mengisi dialog Kerukunan Lintas Agama yang diselenggarakan Kementerian Agama RI bekerja sama dengan Muslim World League (MWL) di Auditorium KH. M. Rasjidi, Jakarta, Sabtu (6/12/2025).
“Tidak mungkin seseorang mengaku beriman secara utuh jika masih merusak lingkungan,” ujar Nasaruddin, dalam keterangannya, Minggu (7/12/2025).
Ia menambahkan, ekoteologi telah digagas dan relevansinya semakin kuat seiring meningkatnya krisis ekologis.
Menurut Nasaruddin, kerukunan umat beragama tidak dapat berdiri di atas fondasi lingkungan yang rusak.
“Ketika alam terganggu, stabilitas sosial, kenyamanan beribadah, dan kesejahteraan masyarakat ikut terdampak,” jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal Muslim World League, Mohammed bin Abdulkarim Al-Issa, menyambut gagasan ekoteologi Indonesia.
Ia menilai forum internasional yang mengangkat tema agama dan ekologi masih jarang, padahal kerusakan lingkungan merupakan ancaman bagi seluruh komunitas iman.
“Ketika banjir atau kerusakan ekosistem terjadi, tidak ada satu pun kelompok agama yang terbebas dari dampaknya,” katanya.
Dialog menempatkan isu ekoteologi sebagai fokus utama, yakni tanggung jawab keagamaan yang mencakup relasi manusia dengan alam.
Narasumber lain yang hadir antara lain: Lukman Hakim Saifuddin (mantan Menteri Agama), Philip Kuntojo Widjaja (Ketua Umum PERMABUDHI), Christophorus Tri Harsono (Ketua Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan KWI), Jacklevyn Frits Manupatty (Ketua Umum PGI), Xueshi Budi Santoso Tanuwiibowo (Ketua Umum Dewan Rohaniwan/Pengurus Pusat MATAKIN), I Ketut Budiasa (Sekretaris Umum PHDI), serta KH Marsudi Syuhud (Wakil Ketua Umum MUI).
Setiap tokoh memaparkan ajaran ekologis dari tradisi agamanya, yaitu Islam menekankan amanah menjaga bumi, Kristen mengedepankan konsep stewardship, Hindu melalui Tri Hita Karana, Buddha dengan welas asih bagi semua makhluk, Khonghucu menekankan nilai harmoni, Kearifan lokal Nusantara melalui prinsip memayu hayuning bawana. (*)

.jpg)