JURNALMADANI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap hasil penyidikan terkait giat operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan.
Adapun hasilnya, KPK telah menetapkan tiga tersangka yaitu Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) HSU, Albertinus Parlinggoman Napitupulu; Kasi Intel Kejari HSU, Asis Budianto; dan Kasi Datun Kejari HSU, Taruna Fariadi.
Namun, KPK belum berhasil menangkap Taruna karena kabur saat terjaring OTT.
Di sisi lain, kasus ini ditetapkan terkait pemerasan terhadap sejumlah Kepala Dinas (Kadis) di Kabupaten HSU pada November 2025.
Otak pemerasan ini adalah Albertinus selaku Kajari HSU. Dia nekat tetap melakukan tindakan tersebut meski baru menjabat tiga bulan sebagai Kajari.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan Albertinus baru dilantik sebagai Kajari HSU pada Agustus 2025.
Sementara, Albertinus telah memperoleh uang sebesar Rp804 juta selama memeras pada November 2025.
Asep mengungkapkan aksi Albertinus dibantu oleh Asis Budianto dan Taruna Fariadi sebagai perantara.
"Setelah menjabat Kepala Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara pada Agustus 2025, Saudara APN diduga menerima aliran uang sekurang-kurangnya sebesar Rp804 juta secara langsung maupun perantara," katanya dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (20/12/2025).
"Bahwa penerimaan uang tersebut dari dugaan tindak pidana pemerasan APN kepada sejumlah perangkat daerah di Hulu Sungai Utara diantaranya Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum, dan Rumah Sakit Umum Daerah atau RSUD," sambung Asep.
Dia mengatakan uang hasil pemerasan oleh Albertinus itu terbagi dalam dua klaster berdasarkan perantara yang menerima uang tersebut.
Adapun Taruna menerima uang hasil pemerasan dari Kepala Dinas Pendidikan HSU, RHM sebesar Rp270 juta dan Direktur RSUD HSU, FVN sebesar Rp235 juta.
Sementara, Asis memperoleh uang dari Kepala Dinas Kesehatan HSU, YND sebesar Rp149,3 juta.
Asep turut mengungkap uang yang pernah diterima Taruna yaitu sebesar Rp1,07 miliar.
"Rinciannya pada tahun 2022 (uang diperoleh) berasal dari mantan Kepala Dinas Hulu Sungai Utara Rp930 juta. Kemudian pada tahun 2024 yang berasal dari rekanan sebesar Rp140 juta.
Asis turut melakukan pemerasan seperti Albertinus pada Februari-Desember 2025 kepada kepala dinas lainnya dan memperoleh uang sebesar Rp63,2 juta.
Modus saat Peras Kadis: Ancam Tindak Aduan Masyarakat jika Tak Diberi Uang
Asep turut mengungkapkan modus pemerasan yang dilakukan Albertinus yaitu dengan mengancam kadis akan menindak aduan masyarakat terkait Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang dipimpinnya.
"Bahwa agar laporan pengaduan (lapdu) dari lembaga swadaya masyarakat yang masuk Kajari HSU terkait dinas tersebut tidak akan ditindak lanjuti proses hukumnya," katanya.
Potong Anggaran hingga Buat Perjalanan Dinas Fiktif untuk Urusan Pribadi
Selain pemerasan, Albertinus turut melakukan pemotongan anggaran di Kejari HSU untuk kepentingan pribadi.
"APN juga diduga melakukan pemotongan anggaran Kejari Hulu Sungai Utara melalui bendahara untuk dana operasional pribadi," kata Asep.
Adapun uang itu berasal dari pencairan Tambahan Uang Persediaan (TUP) sebesar Rp257 juta tanpa adanya Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) dan pemotongan dari para unit kerja atau seksi.
"Keterangan ini disampaikan oleh bendahara yang bersangkutan (Albertinus)," tutur Asep.
Sumber uang haram yang diperoleh Albertinus juga berasal dari penerimaan lainnya seperti uang yang langsung ditransfer ke rekening istrinya sebesar Rp405 juta.
Serta Kadis PU HSU serta Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD HSU dengan total nilai Rp45 juta.
Saat OTT dilakukan, KPK turut mengamankan barang bukti uang tunai sebesar Rp318 juta yang disita dari rumah pribadi Albertinus.
Pasal yang Disangkakan
Dalam perkara ini, Albertinus, Asis, dan Taruna, dijerat Pasal 12 huruf e dan UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 KUHP.
Selain itu, mereka juga ditahan 20 hari ke depan terhitung 19 Desember-8 Januari 2025. (*)

.jpg)