Kisah Presiden Riau Merdeka Ditawari Senjata Libya oleh Panglima GAM

Kisah Presiden Riau Merdeka Ditawari Senjata Libya oleh Panglima GAM
Profesor Tabrani Rab, Presiden Riau Merdeka.
PEKANBARU - Pada masa awal Reformasi, muncul berbagai gerakan di Indonesia yang menuntut Pemerintah Pusat untuk adil atas apa telah daerah berikan selama ini.
 
Tak terkecuali Provinsi Riau. Pada 15 Maret 1999, tokoh Riau, Profesor Tabrani Rab, bersama-sama elemen masyarakat Melayu Riau lainnya, mendeklarasikan Gerakan Riau Merdeka. Tabrani Rab didapuk jadi presidennya.
 
Ada cerita yang tak banyak diketahui warga Riau, pada masa-masa awal gerakan tersebut dideklarasikan oleh Tabrani Rab.
 
Usai deklarasi, Tabrani Rab didatangi sejumlah kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Tak tanggung-tanggung, mereka yang datang itu pangkatnya sudah panglima, bukan lagi prajurit atau perwira.
 
Secara khusus, SELASAR RIAU mewawancarai adik kandung Tabrani Rab, Edy Saputra Rab. Ia menceritakan, para kombatan GAM itu mendatangi Tabrani guna menawarkan senjata api langsung dari Libya.
 
"Dulu saat Tabrani Rab masih sehat, saya didatangi Panglima GAM dari Libya tahun 1999, kami ditawari senjata," kenang Edy, Kamis (6/6/2019) lalu.
 
Namun, Edy menuturkan, antara Gerakan Riau Merdeka dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) memiliki perbedaan dalam menuntut dan menentang kebijakan Pemerintah Pusat yang dirasa tak adil.
 
Riau, jelasnya, selama ini hanya melalui jalur diplomasi. Sedangkan Aceh sudah menempuh jalur peperangan melalui GAM hingga berakhir di Perjanjian Helsinki.
 
Penawaran senjata api dari Libya tersebut, kata Edy, terjadi saat malam hari. Tabrani Rab, ceritanya, secara tegas menolak pemberian senjata tersebut.
 
Sebab, yang dituntut Gerakan Riau Merdeka kala itu hanyalah penghapusan penjajahan Pemerintah Pusat atas daerah. Termasuk di dalamnya ketidakadilan yang diterima provinsi penghasil minyak terbesar untuk Indonesia sejak merdeka, 1945.
 
Selain menawarkan senjata, pemuda Libya yang disebut Edy berwibawa ini juga berpesan agar ia menjaga Tabrani, sebab dokter itu sosok tegas dan berani.
 
"Pak Edy harus jaga profesor, ia (Tabrani) orang kami sayangi dan hormati. Jangan biarkan ada orang mengganggu dia," ujar Edy menirukan ucapan pemuda tersebut.
 
Setelah itu, Edy menemani pemuda Libya ini ke Singapura. Sejak itu, ia tidak lagi berjumpa hingga mendapat kabar pemuda tersebut tewas tertembak saat baku tembak antara GAM dan TNI.
 
Edy sendiri saat ini sedang melanjutkan perjuangan sang kakak. Hanya, ia nama gerakannya berbeda, yakni Riau Berdaulat, sedangkan sang kakak merupakan pejuang Riau Merdeka.
 
"Dulu Riau Merdeka tapi tak jadi, diganti jadi Riau berdaulat. Dulu ketuanya Syarwan Hamid, lalu dia menyerahkan ke saya karena merasa sudah tua. Riau Berdaulat memang tidak sekeras Riau Merdeka, tapi tujuannya sama," tutupnya. (src/red)

Berita Lainnya

Index