Kasus Korupsi Jembatan Selat Rengit Kepulauan Meranti Akhirnya Masuk Pengadilan

Kasus Korupsi Jembatan Selat Rengit Kepulauan Meranti Akhirnya Masuk Pengadilan
Kasi Pidsus Kejari Kepulauan Meranti Sri Madona Rasdy melimpahkan berkas perkara ke pengadilan (Dodi/HRC)

PEKANBARU - Tak lama lagi, dua tersangka dugaan korupsi pembangunan Jembatan Selat Rengit (JSR) akan menjalani persidangan. Itu dipastikan setelah berkas keduanya dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Selasa (1/8) kemarin.

Adapun para tersangka itu adalah Dharma Arifiandi, mantan General Manager (GM) Divisi I Medan PT Nindya Karya. Saat proyek dikerjakan, Dharma adalah Kuasa KSO PT Nindya Karya, PT Relis Safindo Utama, PT Mangkubuana Hutama Jaya.

Lalu, Dupli Juliardi yang merupakan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sekaligus Kepala Bidang (Kabid Bina Marga pada Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Kepulauan Meranti tahun 2012.

Perkara tersebut sebelumnya diusut Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau sejak tahun 2014. Berkas keduanya dinyatakan lengkap atau P-21 pada 5 Juni 2023 berdasarkan hasil penelitian Jaksa.

Selanjutnya, penyidik melimpahkan para tersangka dan barang bukti ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) atau tahap II pada Senin (17/7).

Saat tahap II, kedua tersangka langsung dilakukan penahanan dan dititipkan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Pekanbaru.

Tim JPU kemudian menyiapkan surat dakwaan, dan melimpahkan berkas perkara ke pengadilan.

"Benar. Tadi Kasi Pidsus, Bu Sri Madona Rasdy langsung melimpahkan berkas perkara ke Pengadilan Tipikor pada PN Pekanbaru," ujar Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kepulauan Meranti, Febriyan M melalui Kepala Seksi (Kasi) Intelijen Tiyan Andesta, Selasa petang.

Ada dua berkas perkara yang dilimpahkan. Saat ini, kata Andes, Tim JPU menunggu penetapan majelis hakim yang akan memeriksa dan mengadili perkara tersebut. Majelis hakim itu nantinya menetapkan jadwal sidang.

"Kita tunggu penetapan majelis hakim dan jadwal sidang perdana," pungkas Andes.

Proyek jembatan yang menghubungkan Pulau Tebingtinggi dengan Pulau Merbau itu hingga kini masih terbengkalai tanpa ada kejelasan kelanjutannya pembangunannya. Kuat dugaan ada penyimpangan dalam proses perencanaan dan pengerjaan proyek yang dimulai sejak tahun 2012 itu.

Pembangunan Jembatan Selat Rengit itu merupakan proyek multiyears di bawah kepemimpinan Irwan Nasir kala menjabat Bupati Irwan Nasir dengan anggaran sebesar Rp460 miliar lebih. Yakni tahun 2012 dianggarkan sebesar Rp125 miliar, tahun 2013 sebesar Rp235 miliar dan tahun 2014 sebesar Rp102 miliar.

Nilai ini belum termasuk biaya pengawasan tahun pertama Rp2 miliar, tahun kedua Rp3,2 miliar dan tahun ketiga Rp1,6 miliar. Namun kenyataannya proyek yang dikerjakan PT Nindya Karya KSO ini tidak tuntas dan baru berupa pancang-pancang.

Dalam penghitungan yang dilakukan oleh pihak Dinas PU pemerintah kabupaten setempat, bahwa pekerjaan Jembatan Selat Rengit itu hanya sebesar 17 persen saja saat berakhirnya masa pengerjaannya, yakni pada akhir 2014 lalu. Pada saat itu biaya penawaran dari perusahaan untuk menuntaskan pembangunan Jembatan Selat Rengit, yakni sebesar Rp447 miliar.

Sementara sesuai dengan aturan, pemerintah memberikan uang muka maksimal sebesar 15 persen atau sekitar Rp67 miliar untuk memulai pembangunan jembatan pada tahun 2013 lalu.

Dari penyidikan yang dilakukan, diketahui timbul kerugian keuangan negara sebesar Rp42.135.892.352. Angka tersebut diketahui dari hasil audit yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Riau.

Dua itu tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 3, Jo Pasal 18 Undang-undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (*)

Berita Lainnya

Index