Divonis 9 Tahun Penjara dan Ganti Uang Rp 17,8 Miliar, Bupati M Adil Nyatakan Banding

Divonis 9 Tahun Penjara dan Ganti Uang Rp 17,8 Miliar, Bupati M Adil Nyatakan Banding
Bupati Kepulauan Meranti non aktif Muhammad Adil

PEKANBARU - Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Pekanbaru menjatuhkan vonis 9 tahun penjara terhadap Bupati Kepulauan Meranti non aktif Muhammad Adil, Kamis (21/12/2023). Vonis ini sama beratnya dengan tuntutan hukuman yang diajukan oleh jaksa KPK.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa pidana penjara selama 9 tahun dan denda Rp600 juta, dengan ketentuan apabila tidak dibayarkan, digantikan dengan pidana kurungan selama 6 bulan," kata Ketua majelis hakim, M Arif Nuryanta dalam sidang pembacaan putusan.

Majelis hakim juga mengharuskan Muhammad Adil membayar uang pengganti sebesar Rp17,8 miliar dengan ketentuan apabila tidak dibayarkan paling lama satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti.

"Apabila harta tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka digantikan dengan pidana tiga tahun," lanjut Arif.

Atas putusan tersebut, Muhammad Adil dan kuasa hukum memutuskan akan mengajukan banding.

Sebelumnya, jaksa penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjatuhkan tuntutan hukuman 9 tahun penjara kepada Bupati Kepulauan Meranti nonaktif, Muhammad Adil. Adil juga dituntut membayar pidana denda sebesar Rp600 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar dapat diganti dengan hukuman kurungan selama 6 bulan.

Selain hukuman penjara, jaksa KPK juga menuntut agar Adil mengembalikan uang pengganti kerugian negara sebesar Rp17.821.923.078. Uang tersebut merupakan perhitungan suap yang diterima Adil.

Jaksa dalam tuntutannya menyebut Adil telah melakukan tiga kluster tindak pidana korupsi. Yakni penerimaan suap dari fee program pemberangkatan umrah Pemkab Meranti, uang setoran dari ganti uang (GU) kas puluhan organisasi perangkat daerah dan pemberian suap kepada auditor BPK Perwakilan Riau, Muhammad Fahmi Aressa.

Muhammad Adil dinyatakan telah melanggar Pasal 12 huruf f juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Selain itu, Adil juga diyakini telah melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Adil melakukan tindak pidana korupsi pada 2022 hingga 2023 bersama Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kepulauan Meranti, Fitria Nengsih dan auditor Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Muhammad Fahmi Aressa.

Adapun uang sebesar Rp720 juta yang disita dikembalikan untuk negara. Uang itu diamankan saat operasi tangkap tangan terhadap M Adil pada 6 April 2023.

Auditor BPK Dituntut 4 Tahun 3 Bulan

Sebelumnya, auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau Muhammad Fahmi Aressa telah dituntut hukuman 4 tahun 3 bulan penjara oleh jaksa penuntut KPK dalam persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Rabu (22/11/2023).

Fahmi oleh jaksa dinyatakan terbukti menerima uang suap mencapai Rp1 miliar dan sejumlah barang serta fasilitas lain dari Muhammad Adil terkait pengondisian hasil pemeriksaan laporan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti tahun 2022.

Selain itu, jaksa juga menuntut Fahmi membayar denda sebesar Rp 250 juta. Dengan ketentuan, jika denda tidak dibayarkan dapat diganti pidana kurungan selama 4 bulan. Fahmi juga dituntut membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp3.580.000.

Jumlah tuntutan pengembalian kerugian negara yang relatif kecil itu disebabkan sebelumnya KPK telah menyita uang suap yang diterima dan sejumlah hadiah lain yang diperoleh Fahmi berupa  jam tangan merek Garmin dan satu unit tablet Samsung. Hadiah dan barang bukti diminta jaksa agar disita untuk negara.

Dalam uraian tuntutannya, jaksa meyakini Fahmi telah terbukti melanggar Pasal 12 huruf a  jo Pasal 18  UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 KUHP.

Fitria Nengsih Dipecat dari ASN

Sebelumnya, Mantan Plt Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kepulauan Meranti Fitria Nengsih telah dijatuhi hukuman selama 2 tahun dan 6 bulan terkait perkara suap kepada Muhammad Adil. Fitria bahkan telah resmi dipecat dari status Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Pemecatan status PNS tersebut dilakukan setelah putusan kasus suap yang menjeratnya telah berkekuatan hukum tetap (inkrah). Fitria berdasarkan putusan sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru pada 24 Agustus 2023 lalu, terbukti memberikan suap sebesar Rp 750 juta kepada Bupati Kepulauan Meranti, Muhammad Adil. Uang suap itu berasal dari jasa fee travel perjalanan umrah perusahaan yang dikelola oleh Fitria.

Dalam perkara itu, Fitria Nengsih dipidana penjara 2 tahun 6 bulan serta denda sejumlah Rp200 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.

Ia juga telah dieksekusi ke Lembaga Pemasyarakatan Perempuan (LPP) Kelas IIA Perempuan di Pekanbaru.

KPK meringkus Muhammad Adil, Fahmi Aressa dan Fitria Nengsih dalam serangkaian operasi tangkap tangan (OTT) pada malam Ramadan, 6 April 2023 lalu. Selain itu, puluhan pejabat dan ASN Pemkab Meranti turut diamankan dalam operasi senyap tersebut.

Belakangan diketahui kalau puluhan pejabat Pemkab Meranti kerap memberikan setoran berasal dari dan ganti uang (GU) pada kas masing-masing OPD.

Namun, sejauh ini para pejabat Pemkab Meranti tersebut masih berstatus sebagai saksi. Belum diketahui apakah KPK akan mengembangkan perkara ini pada pelaku pemberi suap. (*)

Berita Lainnya

Index