Gubernur Sultra Tak Lantik Pj Bupati Pilihan Tito, Anggota DPR RI: Pusat Harus Transparan

Gubernur Sultra Tak Lantik Pj Bupati Pilihan Tito, Anggota DPR RI: Pusat Harus Transparan
Pelantikan 5 Pj Gubernur di Gedung Kemendagri, Kamis 12 Mei 2022 lalu. Foto JPNN
JAKARTA - Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Guspardi Gaus merespons langkah Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Ali Mazi yang menunda pelantikan tiga Penjabat (Pj) Bupati pilihan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Ali Mazi enggan melantik penjabat pilihan Tito dengan alasan tak memerhatikan pertimbangan daerah.
 
Menurut Guspardi, penolakan tersebut terjadi akibat tidak adanya peraturan turunan atau aturan teknis penunjukkan penjabat kepala daerah, seperti yang diminta Mahkamah Konstitusi (MK).
 
"Memang harus jelas. Harus ada petunjuk teknis. Kata pemerintah sudah ada, tetapi bentuknya bagaimana publik tidak tahu, harusnya transparan dong," ujar Guspardi lewat keterangan tertulis, Selasa, 24 Mei 2022.
 
Guspardi menilai regulasi teknis penting dibuat guna meminimalisir persepsi negatif di masyarakat terhadap penunjukan Pj kepala daerah serta memastikan pengisian kekosongan jabatan benar-benar dilakukan sesuai aturan dan transparan.
 
"Sehingga tidak akan ada lagi persepsi di masyarakat bahwa penunjukan Pj Kepala Daerah hanyalah ajang politik bagi pemerintah provinsi ataupun Pemerintah Pusat. Ini contoh di mana Gubernurnya tidak mau melantik dan meminta klarifikasi dahulu ke Mendagri," tutur Guspardi.
 
Legislator asal Sumatera Barat itu menjelaskan, dalam urusan penunjukan Pj Bupati pemerintah pusat memang berhak menetapkan sosok pemimpin ketika pemerintah di daerah ada kekosongan. Kendati demikian, ujar dia, proses penunjukan oleh pemerintah pusat dalam hal ini Kemendagri mestinya mempertimbangkan usulan dari daerah seperti gubernur.
 
Adapun tiga nama Pj bupati di Sultra yang telah ditetapkan Kemendagri, yaitu Direktur Perencanaan Keuangan Daerah Kemendagri Bahri sebagai Pj Bupati Muna Barat, Sekretaris Daerah Buton Selatan La Ode Budiman sebagai Pj Bupati Buton Selatan, dan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sultra Muhammad Yusuf sebagai Pj Bupati Tengah. Hanya nama Muhammad Yusuf yang berasal dari usulan Ali Mazi, sementara dua lainnya merupakan usulan Kemendagri.
 
Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi 67/PUU-XIX/2021, MK menyebutkan bahwa pemilihan penjabat harus dilakukan dengan mekanisme yang terukur dan jelas, tidak mengabaikan prinsip demokrasi, memperhatikan aspirasi daerah dan dilakukan secara terbuka, transparan, dan akuntabel.
 
Putusan MK tersebut juga secara spesifik mengamanatkan pemerintah membuat aturan teknis terkait penunjukan penjabat kepala daerah, sebagai aturan turunan Pasal 201 ayat (10) dan ayat (11) UU 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada). Namun hingga saat ini, Kemendagri belum juga menerbitkan aturan teknis penunjukkan penjabat kepala daerah.
 
Saat ditemui usai melantik lima penjabat gubernur pada pertengahan bulan lalu, Mendagri Tito Karnavian tidak menjawab lugas saat ditanya kemungkinan pemerintah menerbitkan peraturan teknis atau regulasi turunan dari UU Pilkada mengenai mekanisme pengisian penjabat untuk menjamin proses penunjukan penjabat berlangsung demokratis untuk menindaklanjuti putusan MK. Ia mengklaim penunjukkan penjabat kepala daerah sudah melalui mekanisme yang demokratis.
 
"Soal demokratis itu kan enggak mungkin mendengarkan seluruh aspirasi rakyat ya, atau melalui mekanisme DPRD. Itu namanya pemilihan. Sama saja dong kayak Pilkada. Kami menjaring aspirasi. Jadi kami tentukan dengan mekanisme, bukan satu orang, tapi melalui mekanisme sidang," ujar Tito di kantornya, Kamis, 12 Mei 2022 lalu. (red)

Berita Lainnya

Index