Mahasiswa KUKERTA UNRI Desa Tenan Gelar Sosialisasi Paham Kesetaraan Gender dan Inklusi Sosial

Mahasiswa KUKERTA UNRI Desa Tenan Gelar Sosialisasi Paham Kesetaraan Gender dan Inklusi Sosial

MERANTI - Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KUKERTA) Bangun Kampung Universitas Riau (UNRI) Desa Tenan, menggelar Sosialisasi Kesetaraan Gender dan Inklusi Sosial pada Sabtu 5 Agustus 2023.

Mengusung tema Menciptakan SDGs melalui Kesetaraan Gender dan Inklusi Sosial, kegiatan itu dihadiri Forum Anak Kepulauan Meranti, Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Meranti, Kepala Desa Tenan dan masyarakat setempat serta siswa/siswi SMK Al-Furqon sebagai audien.

Siti Khaizatul A’mal, Ketua KUKERTA UNRI menyampaikan harapan dengan adanya sosialisasi ini diharapkan dapat mengubah pemahaman yang salah tentang gender, sehingga nantinya dapat melaksanakan peran, fungsi dan tanggung jawab dengan baik.

“Saya berharap sosialisasi ini dapat diambil pelajarannya, bahwa antara laki-laki dan perempuan itu sama,” ucap Samsi selaku Kepala Desa Tenan.

Mawandah, Kepala SMK Al-Furqon berharap sosialisasi ini dapat diambil ilmunya terutama bagi siswa dan siswi sehingga dapat diterapkan di kehidupan sehari-hari.

Bona Mulatua bersama rekannya Asroy Sagita hadir sebagai perwakilan dari Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta menjadi narasumber pada acara tersebut.

Bona Mulatua jelaskan beberapa perbedaan jenis kelamin dan gender. Pertama, jenis kelamin dan gender merupakan hal yang berbeda. Jenis kelamin tidak dapat berubah sedangkan gender dapat berubah.

Kedua, jenis kelamin berlaku sepanjang masa sedangkan gender bisa ditukar. Ketiga, jenis kelamin berlaku dimana saja tetapi gender setiap kelompok berbeda.

Bona juga sebutkan, antara laki-laki dan perempuan memiliki pengaruh sosial budaya yang berbeda, mulai dari area, dimana perempuan memiliki area yang lebih privat, selanjutnya ada peran, laki-laki memiliki peran yang lebih produktif dibandingkan dengan perempuan.

Lalu ada fungsi, seperti yang diketahui laki-laki memiliki fungsi pencari nafkah utama di dalam keluarga, kemudian ada sikap, perempuan biasanya memiliki sikap feminim dan laki-laki memiliki sikap maskulin.

Jika dilihat dari berperilaku, perempuan memiliki sikap yang lebih emosional, ragu dan lemah, sedangkan laki-laki memiliki sikap yang berbanding terbalik dengan perempuan. Dan yang terakhir laki-laki memiliki tanggung jawab sebagai kepala keluarga dan perempuan menjadi ibu rumah tangga.

Tak hanya itu, Bona juga menjelaskan bahwa perbedaan antara jenis kelamin dan gender dapat terbentuk karena ada tiga bagian. Pertama, adanya psikologis seseorang yang berbeda. Kedua, adanya warisan biologis yang diturunkan oleh kedua orang tuanya yang disebut nature, dan yang terakhir tercipta karena adanya lingkungan yang sedikit berbeda dari yang biasanya hal ini disebut nurture.

Karena adanya pengaruh sosial budaya terhadap jenis kelamin dan gender, maka terbentuknya masalah diskriminasi atau disebut dengan ketidaksetaraan gender.

Selanjutnya munculah empat masalah baru dari adanya ketidaksetaraan gender. Pertama, adanya marginalisasi dimana seseorang dipinggirkan akibat dari perbedaan jenis kelamin sehingga menyebabkan kemiskinan. Kedua, beban ganda dimana adanya pelimpahan pekerjaan pada salah satu jenis kelamin hal ini biasanya diterima oleh Perempuan.

”Yang bertugas mencuci piring, baju, membersihkan rumah dll itu tugas perempuan dan bukan pekerjaan laki-laki,” ucap Bona.

Ketiga, subordinasi yaitu adanya penilaian bahwa salah satu gender lebih rendah dari yang lain, hal ini sangat sering dirasakan oleh Perempuan.

”Ngapain Perempuan sekolah tinggi-tinggi, nanti kan ujung-ujungnya jadi ibu rumah tangga,” ucap Bona.

Bona juga banyak memberikan contoh hal- hal yang sering dikatakan orang lain tentang Perempuan yang sering dipandang lebih rendah dibandingkan laki-laki.

Keempat, Stereotipe merupakan penilaian atau anggapan terhadap seseorang berdasarkan kelompok sosialnya.

“Pria dianggap lebih kuat dan jantan dibandingkan perempuan,” ucap Bona.

Selanjutnya Asroy Sagita menjelaskan suatu strategi mengintegrasikan perspektif gender dalam bidang kehidupan atau sering disebut dengan Pengarusutamaan Gender (PUG), PUG dapat dimulai dari kebijakan, perencanaan, penganggaran, pelaksanaan serta pemantauan dan evaluasi seluruh kebijakan, program dan kegiatan.

PUG sendiri memiliki tujuan untuk mewujudkan kesetaraan gender dalam Pembangunan yaitu Pembangunan yang lebih adil dan merata bagi seluruh penduduk Indonesia baik Laki-laki maupun Perempuan.

Tak hanya itu, kesetaraan gender dapat dicapai dengan mengurangi kesenjangan antara Laki-laki dan Perempuan dalam mengakses dan mengontrol sumber daya, berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan proses Pembangunan serta mendapatkan manfaat dari kebijakan dan program Pembangunan.

PUG bagi remaja juga terbagi menjadi empat bagian yaitu adanya pemahaman, inklusi sosial, pola pikir dan identitas diri.

Asroy menjelaskan inklusi sosial berarti semua orang berhak mendapatkan hak-hak dasarnya baik itu hak untuk hidup, tinggal, mendapatkan keadilan, mengembangkan diri dan banyak hak-hak lainnya yang bisa seseorang dapatkan.

Inklusi sosial juga memiliki beberapa manfaat, yaitu untuk menghargai perbedaan sehingga memupuk persaudaraan, memperkuat jaringan pertemanan, memupuk masyarakat yang terbuka dan saling menghargai. ”Kita semua setara,” tutup Asroy. (rls/Nola Rahma Aulia)

Berita Lainnya

Index